Konsep Fermentasi
Sushi awalnya berasal dari metode pengawetan ikan dari mix parlay Asia Tenggara yang kemudian menyebar ke Tiongkok, baru ke Jepang. Metode pengawetan ikan ini bernama narezushi. Narezushi merupakan cara mengawetkan ikan dengan cara menaruh ikan di atas nasi asin, kemudian dibungkus dengan daun.
Dari proses pembungkusan itu, ikan akan mengalami fermentasi sehingga ikan akan layak makan walau disimpan dalam waktu lama. Awalnya nasi asin pada narezushi akan dibuang dan hanya ikannya saja yang dikonsumsi.
Jadi bisa dibilang narezushi belum mirip dengan sushi yang teman-teman santap saat ini. Kemudian ada makanan yang disebut namanare, hidangan ini dibuat dari ikan mentah yang dibungkus dengan lapisan kulit ikan. Ikan ini akan dikonsumsi sebelum rasa pada makanan ini berubah.
Makanan Cepat Saji
Pada abad ke-19, pembuat sushi menggunakan proses fermentasi yang sudah dilakukan pada tahun 1700-an, dimana nasi yang sudah dicampur cuka beras, digabungkan dengan ikan dan dikompresi di dalam kotak kayu kecil. Setelah itu sushi dipotong menjadi beberapa bagian untuk dihidangkan.
Pada sekitar tahun 1824, seorang pria bernama Hanaya Yohei membuka kedai sushi pertamanya di dekat jembatan tepi Sungai Sumida. Ia memanfaatkan proses “fermentasi cepat” dengan menambahkan cuka beras dan garam ke nasi yang baru selesai dimasak.
Teman-teman pasti sudah tidak asing dengan makanan khas Negeri Sakura bernama sushi. Makanan ini sudah ada di Jepang dalam waktu yang cukup lama. Seiring berjalannya waktu, makanan ini jadi cukup terkenal di berbagai negara.
Makanan yang merupakan perpaduan nasi dan ikan mentah ini diadaptasi di berbagai negara termasuk Indonesia. Di Indonesia ada sushi yang dibuat dari daging matang untuk menyesuaikan dengan lidah penikmatnya.