Hamas Bantah Tuduhan Perkosaan dan Kekerasan Seksual dalam Serangan 7 Oktober
Kelompok pejuang Palestina Hamas pada Senin, 4 Desember 2023 membantah tuduhan Israel bahwa para pejuang di kelompok tersebut melakukan kekerasan seksual dan perkosaan terhadap warga Israel pada serangan lintas batas 7 Oktober 2023. Dalam sebuah pernyataan, Hamas menyebut tuduhan Israel sebagai “upaya putus asa” untuk memutarbalikkan perlakuan manusiawi kelompok tersebut terhadap sandera Israel.
“Kami menolak kebohongan Israel mengenai pemerkosaan, yang bertujuan untuk memutarbalikkan perlawanan dan menodai perlakuan manusiawi dan moral terhadap para sandera,” kata pernyataan tersebut. Namun, Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan menolak bekerja sama dengan komisi tersebut. Ia berdalih komisi itu menunjukkan bias anti-Israel.
Ratusan orang berkumpul di markas PBB di New York pada Senin untuk menghadiri sesi khusus Misi Tetap Israel untuk PBB, yang agendanya menyangkut tudingan Israel terhadap Hamas. “Hamas menggunakan perkosaan dan kekerasan seksual sebagai senjata perang,” ujar Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan di awal sesi, seperti dilaporkan The Times of Israel.
Hamas telah membebaskan 110 sandera yang ditahan oleh kelompok tersebut selama serangan lintas batas, termasuk 86 warga Israel dan 24 warga asing, sebagian besar adalah warga Thailand. Mereka dibebaskan selama gencatan senjata sementara berdurasi tujuh hari dengan Israel yang berakhir pada Jumat, 1 Desember lalu.
Pada serangan 7 Oktober, Hamas membunuh sekitar 1.200 orang di Israel dan menculik kurang lebih 240 lainnya sebagai sandera, menurut penghitungan Israel. Sementara, serangan Israel di Gaza setelahnya telah menewaskan sedikitnya 15.899 orang di wilayah kantong tersebut, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Berdasarkan perkiraan badan PBB untuk RTP LIVE pengungsi di Palestina atau UNRWA, sekitar 70 persen dari jumlah tersebut adalah perempuan dan anak-anak. Kelompok Palestina tersebut beberapa kali merilis rekaman yang menunjukkan sandera tersenyum, melambaikan tangan, dan memberi hormat kepada pejuang Hamas saat mereka dibebaskan dari penawanan.
Hamas menyerukan semua media “untuk tetap waspada agar tidak terjebak dalam kebohongan Israel dan propaganda tendensiusnya, dan untuk memverifikasi setiap informasi, untuk melindungi kebenaran dan menjaga kesucian pesan media.”
Sebelumnya, sebuah komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyelidiki kejahatan perang di kedua sisi konflik Israel-Hamas memberi fokus pada dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Hamas dalam serangan 7 Oktober di Israel. Komisi akan mengajukan permohonan untuk mencari bukti, kata Navi Pillay selaku ketua komisi tersebut kepada Reuters, Rabu, 29 November 2023.
Donasi untuk Mahasiswa Palestina Korban Penembakan AS Tembus Hampir Rp15 M
Lebih dari US$950.000 atau sekitar Rp14,7 miliar telah dikumpulkan untuk pemulihan salah satu dari tiga mahasiswa Palestina yang ditembak di Vermont, Amerika Serikat. Hisham Awartani saat ini lumpuh dari dada ke bawah, menurut halaman GoFundMe yang dibuat oleh keluarganya. Salah satu peluru yang mengenai Hisham Awartani pada 25 November bersarang di tulang punggungnya, kata keluarganya seperti dilansir Arab News pada Selasa 5 Desember 2023.
“Pikiran pertama Hisham tertuju pada teman-temannya, kemudian pada orang tuanya yang berada ribuan mil jauhnya. Dia telah menunjukkan keberanian, ketangguhan, dan ketabahan yang luar biasa – bahkan selera humornya – bahkan ketika kelumpuhannya mulai terlihat,” demikian dinyatakan dalam halaman penggalangan dana, yang dibuat pada Sabtu.
Donasi itu terkumpul hingga Senin melalui sekitar 13.600 sumbangan terpisah. Keluarganya mengatakan uang tersebut akan digunakan untuk biaya pemulihannya, termasuk untuk rehabilitasi, kebutuhan hidup adaptif, dan perjalanan berobat.
Meski lumpuh, Awartani mengatakan kepada profesor di kampusnya bahwa dia bertekad untuk memulai semester berikutnya “tepat waktu,” kata keluarganya. Awartani kuliah di Brown University di mana dia mengejar gelar ganda di bidang matematika dan arkeologi.
“Dia [Awartani] akan mengubah dunia melalui pikiran dan belas kasihnya terhadap mereka yang jauh lebih rentan daripada dirinya, terutama ribuan orang yang tewas di Gaza dan banyak lagi yang berjuang untuk bertahan hidup dari krisis kemanusiaan yang menghancurkan yang terjadi di sana,” keluarga Awartani tulis dalam sebuah pernyataan.
Awartani, Kinnan Abdalhamid dan Tahseen Ali Ahmad adalah teman masa kecil yang lulus dari sekolah swasta Quaker di Tepi Barat, Palestina dan sekarang kuliah di Amerika bagian timur. Para pemuda berusia 20 tahun itu mengunjungi kerabat Awartani di Burlington untuk liburan Thanksgiving. Mereka sedang berjalan ke rumah nenek Hisham untuk makan malam ketika mereka ditembak.
Para pemuda tersebut berbicara dalam bahasa campuran bahasa Inggris dan Arab dan dua di antara mereka juga mengenakan syal keffiyeh Palestina berwarna hitam-putih ketika mereka ditembak, kata Kepala Polisi Burlington Jon Murad. Pihak berwenang sedang menyelidiki penembakan itu sebagai kemungkinan kejahatan rasial.
“Ironisnya, orang tua Hisham merekomendasikan dia untuk tidak pulang ke rumah selama liburan musim dingin, menyarankan dia akan lebih aman di AS bersama neneknya,” kata halaman penggalangan dana tersebut.
“Burlington adalah rumah kedua bagi Hisham, yang menghabiskan musim panas dan liburan bahagia bersama keluarganya di sana. Sungguh menyedihkan hati kami karena para remaja putra ini tidak menemukan keamanan di rumah mereka yang jauh dari rumah.”
Ketiganya terluka parah akibat penembakan itu. Abdalhamid keluar dari rumah sakit minggu lalu. Belum jelas apakah Ahmad, korban ketiga, telah dibebaskan. Abdalhamid dan Ahmad masing-masing adalah mahasiswa di Haverford College di Pennsylvania dan Trinity College.
Dalam sebuah wawancara dengan The New York Times pekan lalu, Abdalhamid mengatakan insiden tersebut “sangat sulit untuk dihadapi,” dan membuatnya mempertanyakan rasa aman dan keselamatannya di Amerika.
“Di Tepi Barat, kami tidak aman karena pendudukan, dan sebagai orang Amerika Palestina, saya tidak aman di Amerika karena orang-orang seperti ini mungkin akan keluar,” kata Abdalhamid kepada The Times.
Jason Eaton, yang ditangkap sehari setelah penembakan, mengaku tidak bersalah atas tiga tuduhan percobaan pembunuhan tingkat dua pada Senin. Pria berusia 48 tahun itu ditahan tanpa jaminan menjelang sidang berikutnya.
Jaksa Agung AS Merrick Garland mengatakan pekan lalu Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api dan Bahan Peledak, bersama dengan FBI, sedang menyelidiki penembakan itu sebagai kemungkinan kejahatan rasial.
Penembakan tersebut semakin menambah ketakutan di kampus-kampus AS, yang telah menyaksikan peningkatan ketegangan di tengah perang Israel dengan Hamas, yang dimulai pada setelah serangan kelompok pejuang Palestina itu pada 7 Oktober yang menyebabkan 1.200 orang tewas di Israel. Lebih dari 15.800 orang telah terbunuh di akibat pengeboman Israel di Gaza sejak 7 Oktober, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza.